Ketika mentari masih di peraduannya
Dan bbelum sanggup tuk menyapa pagi
Tersadarlah sesosok insan dari buaian
Yang lalui malam dingin tanpa alas empuk
Ruang indah berselimut kehangatan
Diraih handuk kumal itupun dipungutnya
Dari sudut rumah mewah yang tegak berdiri
Diantara mereka orang – orang rendah drajat
Diusaplah wajah pucat
Namun keramahan selalu mengulum
Di bibir merah kehitaman
Dengan kaki telanjang dia tinggalkan istana puing
Nan jauh dari indah dan sejuknya udara jernih
Dengan langkah gontai ia tekadkan
Meski rintang tiada luput darinya
Tetaplah bara semangat berkobar
Laksana pahlawan di zaman Jepang berjuang
Hari dilalui dengan peluh di dahi
Karena teriknya raja
siang ikuti langkahnya
Dalam perjalanan panjang tak disadari
Irama mengalun bermain di perutnya
Yang sejak kemarin tak henti berbunyi
Koran di tangannya belumlah semua berada di tangan mereka
Yang pedulikan perkembangan negeri ini
Dan lika – liku kehidupan sesamanya
Dia terus lewati jalan
Walau hampir tak ada peduli hati kepadanya
Semakin lunglai kaki bagai tak bertulang
Kelelahan melanda tanpa mampu dihindari sedikitpun
Robohlah ia serta
merta di atas kerasnya aspal
Tempat berlalu lalangnya kesibukkan kota
Pada kenyataan berkata
Mendekat dan berkerumunlah
Orang – orang yang masih terisi rasa kasih kepada sesame
Tangan – tangan menyentuhnya bersama
Bahu membahu menolong dengan ketulusan hati
Tatkala sadar kembali kepadanya
Matanya nanar memandang sekeliling
Yang mendatanginya dengan wajah bersahabat
Bergetar bibirnya membisu
Melayanglah angannya tak tentu
Inilah sisi kehidupan yang nyata
Masih ada iba juga kasih hiasi kita
Sesame anak bangsa di negeri subur akan perhatian
0 komentar:
Posting Komentar